Target pendobrakan tak main-main. Laman Wall Street Journal (WSJ) hari ini melaporkan bahwa akun surel pejabat senior Amerika Serikat serta ratusan figur penting lain dalam bahaya.
Para korban, termasuk di antaranya petinggi negara serta militer, birokrat Asia, aktivis dan jurnalis China, teperdaya memberikan kata sandi akun Gmail mereka kepada para penjahat dunia maya yang berbasis di daratan China, demikian pernyataan Google seperti tertera pada WSJ. Tujuan penyerangan itu adalah menyebarkan surel korban ke alamat-alamat tertentu.
Kecurigaan diarahkan kepada para peretas yang berdiam di Jinan, ibu kota Provinsi Shandong, China bagian timur.
Di Washington, Amerika Serikat, badan penyelidik FBI (Federal Bureau Investigation) serta Departemen Dalam Negeri AS tengah bahu-membahu menyelidiki kasus ini. "Kami tak percaya ada akun surel resmi milik pejabat pemerintah AS yang diterobos," ucap Caitlin Hayden dari Dewan Keamanan Nasional AS kepada WSJ.
Jinan, yang terletak sekitar 400 kilometer sebelah selatan Beijing, merupakan markas biro-biro pengintaian teknis milik People's Liberation Army, salah satu angkatan perang terbesar di dunia.
Sebelumnya, Mila Parker, seorang peneliti keamanan di Washington, telah mengingatkan Google akan ancaman penyerangan. Mila berhasil menyimpan contoh-contoh surel yang ia identifikasi melalui pengamatan rutin dan ia namakan serangan "man-in-the-mailbox."
Metode yang digunakan oleh si pengirim: akun surel korban beserta kontak di dalamnya dirampas dan dipakai untuk meyakinkan calon korban lain.
Menurutnya, seperti terungkap dalam laman New York Times, itu bukan "cara baru atau mutakhir," namun "penyebarannya invasif."
Ia lantas menyodorkan dokumen palsu berjudul "Draft US-China Joint Statement" (Rancangan Perjanjian Kerja Sama AS-Cina) yang disebarkan melalui akun surel di Departement Luar Negeri, Departemen Pertahanan, Badan Intelijen Pertahanan dan Gmail.
Ketika pengguna mencoba mengunduh dokumen, mereka akan digiring ke laman muka Gmail palsu yang akan mencuri kata sandi.
Kejadian itu tentunya akan kian meningkatkan tekanan atas masalah cyberwar. Pemerintah AS pekan ini akan memutuskan bahwa serangan cyber diklasifikasikan sebagai "perang".
Sementara itu, Menteri Pertahanan Inggris, Nick Harvey mengatakan, seperti dikutip dari laman The Guardian, "segala kegiatan di dunia maya akan pelan-pelan membentuk semacam medan perang masa depan." (sj)
vivanews.com